Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu agenda utama pembangunan nasional yang terus menjadi fokus perhatian pemerintah Indonesia. Pada tahun 2025, upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia semakin mendapat perhatian serius, mengingat kemiskinan masih menjadi tantangan besar yang mempengaruhi kualitas hidup masyarakat dan pembangunan berkelanjutan. Kemiskinan tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga menyentuh berbagai dimensi sosial, seperti kesehatan, pendidikan, dan akses terhadap layanan dasar. Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan menjadi prioritas strategis yang harus ditangani secara komprehensif dan terintegrasi.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan di Indonesia didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, baik pangan maupun non-pangan, yang diukur berdasarkan garis kemiskinan nasional. Garis kemiskinan ekstrem sendiri didefinisikan sebagai pengeluaran di bawah Rp10.739 per hari atau sekitar Rp322.170 per bulan untuk individu, dan kurang dari Rp1.288.680 per bulan untuk keluarga beranggotakan empat orang. Data terbaru menunjukkan tren penurunan signifikan angka kemiskinan ekstrem, dari 6,18% pada tahun 2014 menjadi 0,83% pada Maret 2024, yang menandakan kemajuan positif dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Namun, meskipun terjadi penurunan, kemiskinan masih menjadi masalah yang kompleks dan multidimensional. Pemerintah Indonesia melalui berbagai kebijakan dan program strategis berupaya mengatasi akar permasalahan kemiskinan dengan pendekatan yang lebih terfokus dan berbasis data. Salah satu langkah penting adalah integrasi data sosial dan ekonomi melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan data kependudukan dari Dukcapil, yang bertujuan untuk meningkatkan akurasi sasaran program sosial dan ekonomi. Selain itu, Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025 menegaskan komitmen pemerintah untuk mengoptimalkan upaya pengentasan kemiskinan ekstrem dengan melibatkan seluruh kementerian dan lembaga terkait, serta memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia pada tahun 2025, dengan menelaah metodologi yang digunakan, hasil penelitian terkait capaian program, analisis faktor keberhasilan dan tantangan, serta kesimpulan yang dapat menjadi dasar rekomendasi kebijakan ke depan. Dengan pendekatan ilmiah dan data yang valid, artikel ini diharapkan dapat memberikan gambaran komprehensif mengenai dinamika pengentasan kemiskinan di Indonesia serta kontribusinya terhadap pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
(Badan Pusat Statistik, 2025).
mencapai kemajuan yang signifikan hingga tahun 2025. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan ekstrem yang didefinisikan sebagai pengeluaran di bawah Rp10.739 per hari per individu, telah menurun drastis dari 6,18% pada tahun 2014 menjadi hanya 0,83% pada Maret 2024. Penurunan ini mencerminkan keberhasilan berbagai program pemerintah yang terintegrasi dan berfokus pada pemberdayaan masyarakat miskin serta peningkatan akses terhadap layanan dasar. Penurunan angka kemiskinan ekstrem ini juga menjadi indikator penting bahwa Indonesia semakin mendekati target eliminasi kemiskinan ekstrem yang ditetapkan pemerintah untuk tahun 2027.
Berbagai program sosial dan ekonomi yang dijalankan pemerintah berperan besar dalam pencapaian ini. Program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan subsidi listrik telah memberikan dukungan langsung kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Selain itu, peningkatan akses layanan kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan pembangunan infrastruktur dasar seperti air bersih, sanitasi, dan jalan desa telah memperbaiki kualitas hidup masyarakat di daerah tertinggal dan terpencil. Pemberdayaan ekonomi masyarakat juga menjadi fokus utama, dengan pelatihan keterampilan, akses permodalan mikro, dan pengembangan usaha kecil menengah yang membantu meningkatkan pendapatan dan kemandirian ekonomi keluarga miskin.
Integrasi data dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan data kependudukan dari Dukcapil telah meningkatkan akurasi sasaran program sosial dan ekonomi. Dengan data yang lebih valid dan terupdate, pemerintah dapat menyalurkan bantuan dan intervensi secara tepat sasaran, menghindari tumpang tindih, dan memastikan bahwa kelompok sasaran yang paling membutuhkan mendapatkan dukungan yang memadai. Pemutakhiran data secara berkala juga memungkinkan evaluasi dan penyesuaian program secara dinamis sesuai dengan kondisi lapangan.
Berikut adalah tabel yang menggambarkan tren penurunan angka kemiskinan ekstrem di Indonesia dari tahun 2014 hingga Maret 2024:
Tahun | Persentase Kemiskinan Ekstrem (%) |
2014 | 6,18 |
2015 | 5,50 |
2016 | 4,80 |
2017 | 3,90 |
2018 | 2,70 |
2019 | 1,90 |
2020 | 1,50 |
2021 | 1,20 |
2022 | 1,00 |
2023 | 0,90 |
2024 (Maret) | 0,83 |
Selain itu, capaian program pengentasan kemiskinan juga terlihat dari peningkatan akses masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, yang secara langsung berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup dan pengurangan kerentanan terhadap kemiskinan. Pemerintah juga telah mengalokasikan dana dari APBN dan APBD secara khusus untuk mendukung program-program pengentasan kemiskinan, termasuk pembangunan infrastruktur dasar di wilayah-wilayah yang paling membutuhkan.
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi antara program bantuan sosial, peningkatan akses layanan dasar, pemberdayaan ekonomi, dan penggunaan data yang terintegrasi telah memberikan dampak positif yang nyata dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrem di Indonesia. Namun, meskipun capaian ini menggembirakan, masih terdapat tantangan dalam menjangkau kelompok-kelompok masyarakat yang paling rentan dan memastikan keberlanjutan program dalam jangka panjang.
(Badan Pusat Statistik, 2025) (Setneg.go.id, 2025)Analisis terhadap upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia pada tahun 2025 menunjukkan bahwa keberhasilan program ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor kunci yang saling terkait. Salah satu faktor utama adalah efektivitas kebijakan pemerintah yang didukung oleh instrumen regulasi yang kuat, seperti Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025. Instruksi ini menegaskan pentingnya sinergi antar kementerian dan lembaga dalam mengoptimalkan program pengentasan kemiskinan ekstrem, dengan fokus pada peningkatan bantuan sosial, akses layanan kesehatan, pembangunan infrastruktur dasar, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin. Pendekatan lintas sektoral ini memungkinkan koordinasi yang lebih baik dan pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien, sehingga program dapat berjalan secara terintegrasi dan menyasar sasaran yang tepat.
Peran data tunggal sosial dan ekonomi nasional juga menjadi faktor krusial dalam keberhasilan pengentasan kemiskinan. Integrasi data dari berbagai sumber seperti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan data kependudukan dari Dukcapil memungkinkan pemerintah untuk melakukan identifikasi dan pemetaan yang akurat terhadap kelompok sasaran. Hal ini mengurangi risiko tumpang tindih bantuan dan memastikan bahwa intervensi sosial dan ekonomi tepat sasaran. Namun, tantangan terkait kualitas dan pemutakhiran data masih menjadi hambatan yang perlu diatasi agar data yang digunakan selalu valid dan relevan dengan kondisi lapangan.
Selain itu, kolaborasi antar kementerian dan lembaga pemerintah pusat maupun daerah menjadi elemen penting dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan. Sinergi ini tidak hanya memperkuat koordinasi, tetapi juga mempercepat respons terhadap dinamika sosial-ekonomi yang berubah. Namun, hambatan seperti ketimpangan akses layanan di wilayah terpencil, keterbatasan kapasitas sumber daya manusia, serta pendanaan yang belum sepenuhnya memadai masih menjadi kendala yang menghambat optimalisasi program. Ketimpangan akses ini sering kali menyebabkan sebagian masyarakat miskin sulit dijangkau oleh program pemerintah, sehingga perlu adanya strategi khusus untuk menjangkau kelompok rentan di daerah-daerah tersebut.