Undang-undang dasar 1945 secara tersirat menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi seluruh warga negara indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan, khususnya di daerah, berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan.
Terkait dengan hal tersebut pemerintah kota cimahi berupaya untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bagi masyarakat Kota Cimahi salah satunya melalui peringatan hari peduli sampah nasional tanggal 21 februari setiap tahunnya. Hari peduli sampah nasional diperingati sebagai implikasi dari bencana longsor tempat pembuangan akhir sampah atau tpa di leuwigajah, cimahi, bencana tersebut telah meninggalkan duka mendalam kepada keluarga dari 156 korban meninggal dunia dan tertutupinyawilayah pemukiman warga di sekitar tpa akibat timbunan 2,7 juta kubik longsor sampah.
Paradigma lama pengelolaan sampah skala kota, yang hanya bertumpu pada upaya penanganan di hilir dengan cara kumpul, angkut, buang, harus secepatnya dirubah menjadi pengelolaan sampah skala kawasan dan wilayah dengan penekanan kepada pemilahan sampah di hulu dan upaya pengurangan sampah mulai dari hulu hingga ke hilir. Pembagian peran pengelolaan sampah mulai dari hulu hingga ke hilir harus diwujudkan, karena pemerintah tidak bisa menyelesaikan permasalahan sampah sendiri, tanpa melibatkan pihak lain.
Sesuai amanat undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, bahwa upaya pengurangan timbulan sampah dapat dilakukan dengan cara pembatasan timbulan sampah (reduce), pemanfaatan kembali sampah (reuse) dam daur ulang sampah (recycle). Di antara ketiga “r” tersebut, reduce atau pembatasan timbulan sampah merupakan hirarki tertinggi pengurangan sampah, karena menyangkut sikap, perilaku, moral dan kebiasaan manusia.
Hal ini berlaku juga terkait dengan sampah plastik. Perilaku dan budaya hidup yang serba praktis terkait dengan penggunaan kemasan plastik sekali pakai (single used plastic), secara perlahan tapi pasti telah menyebabkan kerusakan ekosistem lautan dan mencemari rantai makanan manusia dan mahluk hidup lainnya. Oleh karena itu membangun sikap, perilaku, moral dan budaya yang ramah lingkungan, sama halnya dengan membangun peradaban baru dalam hal pola konsumsi, pola produksi, dan pola distribusi barang.
Pola konsumsi masyarakat yang pada umumnya sering menyisakan makanan yang dikonsumsinya, telah memberikan kontribusi besar pada timbulan sampah organik.
Kemudian pola produksi barang yang lebih menekankan penggunaan bahan baku dengan bahan dasar plastik dan tidak bersifat reuseable, secara signifikan telah meningkatkan timbulan sampah plastik. Diperlukan kerja sama dengan seluruh pihak, baik masyarakat sebagai konsumen, pelaku usaha sebagai produsen dan pemerintah sebagai pemangku kebijakan, untuk bisa membentuk sikap, perilaku, moral dan budaya yang ramah lingkungan.
Penting bagi kita semua untuk meneruskan semangat yang timbul dari uji coba kantong plastik tidak gratis tahun 2016 lalu. Uji coba tersebut mengajak pelaku ritel untuk tidak memberikan kantong plastik secara gratis. Pelaksanaan uji coba tersebut berimbas pada berkurangnya konsumsi kantong plastik hingga 55%. Salah satu hal yang sederhana yang bisa kita lakukan sehari-hari adalah dengan selalu membawa tas belanja yang bisa digunakan berulang kali.
Kita berharap upaya-upaya tersebut akan berdampak secara global melalui pencapaian sustainable development goals atau tujuan pembangunan berkelanjutan yang mendorong adanya perilaku produksi dan konsumsi yang berkelanjutan untuk menjaga planet bumi yang lestari demi generasi saat ini dan generasi mendatang.