Kota Cimahi ternyata tak hanya dikenal dengan belasan Pusat Pendidikan Militer yang ada di dalamnya, namun ada salah satu bangunan bersejarah yang sampai detik ini masih dipergunakan sebagai Fasilitas Kesehatan Masyarakat, ya Rumah Sakit Dustira Kota Cimahi,
Rumah Sakit Dustira merupakan
salah satu bangunan cagar budaya yang sarat akan akan nilai sejarah. Bangunan
tersebut berada di Kelurahan Baros, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi, Jawa
Barat.
Berdasarkan kisahnya, RS Dustira
mulanya merupakan rumah sakit militer milik pemerintah kolonial Belanda yang
selanjutnya difungsikan sebagai tempat perawatan tawanan tentara perang di
paruh tahun 1940an.
Dari segi arsitektural, RS
Dustira memiliki corak neo klasikal yang estetik dengan jajaran jendela dan
gerbang besar yang melengkung layaknya bangunan Eropa di abad pertengahan.
Penasaran? dilansir dari berbagai sumber berikut sepenggal kisahnya.
1. Dipersiapkan Sebagai
Penunjang Kota Militer
Dilansir dari rsdustira.com,
Rumah Sakit Dustira mulanya dipersiapkan untuk menunjang aktivitas tentara
Belanda di wilayah Cimahi dan sekitarnya. Saat itu Cimahi yang tengah
dipersiapkan sebagai kota militer membutuhkan infrastruktur kesehatan yang
mumpuni.
Selain itu, pendiriannya juga
dijalankan sebagai penunjang pengamanan, di mana ketika itu Gubernur Jenderal
berniat memindahkan ibukota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung.
Pembangunan Militare Hospital
sendiri selesai pada tahun 1887. Ia berdiri di lahan seluas 14 hektare yang
saat ini bisa diakses dengan kendaraan umum (angkot Stasiun Hall – Cimahi),
kurang lebih 20 km ke arah barat, dari Kota Bandung, Jawa Barat.
2. Sempat Dikuasai NICA hingga
Diserahkan ke Tentara Indonesia
Saat perang pasca kemerdekaan, RS
ini sempat dikuasai oleh NICA pada 1945-1947 hingga diserahkan oleh militer
Belanda ke Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diwakili oleh Letkol Dokter
Kornel Singawinata, sebagai kepala rumah sakit yang saat itu bernama
Territorium III.
Berjalan beberapa waktu, Panglima
Territorium III/Siliwangi, Kolonel Kawilarang, menetapkan nama rumah sakit ini
dengan nama Rumah sakit Dustira. Momen tersebut bertepatan dengan perayaan Hari
Ulang Tahun Territorium III/Siliwangi yang ke-10, di tanggal 19 Mei 1956.
Diubahnya nama menjadi Dustira
merupakan bentuk penghormatan TNI terhadap jasa-jasa Mayor dr. Dustira
Prawiraamidjaya yang merupakan dokter tentara dari Resimen 9 Divisi Siliwangi
dan telah menunjukkan itikad dan patriotismenya membantu para pejuang di medan
peperangan.
Mayor Dustira memberikan
pertolongan kepada para korban peperangan terutama di wilayah atau front
Padalarang.
Saat ini Dustira dikenal sebagai
rumah sakit kebanggaan prajurit di wilayah Kodam III Siliwangi. Fungsinya pun
masih dipertahankan sebagai fasilitas kesehatan rujukan tertinggi, karena mampu
mengupayakan pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif terpadu.
Pasien yang dirawat pun kini
beragam, tak hanya dari kalangan militer, tetapi juga masyarakat sipil.