Loading...

Pengembangkan Ekonomi Kreatif Lokal Bagi Pelaku IKM UKM Melalui Konsep Kolaborasi Quadruple Helix

Bambang S. 28 Februari 2021 2544 kali dilihat
Bagikan:
Pengembangkan Ekonomi Kreatif Lokal Bagi Pelaku IKM UKM Melalui Konsep Kolaborasi Quadruple Helix

CIMAHI - Kota Cimahi nyaris tidak memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) namun di sisi lain memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup melimpah, dengan luas wilayah Kota Cimahi yang hanya 42 ha dan jumlah penduduk sebanyak 555.966 jiwa (Disdukcapil Kota Cimahi : semester I tahun 2020), maka dapat disimpulkan bahwa Kota Cimahi memiliki tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini mendorong Pemerintah Kota Cimahi senantiasa mengembangkan ekonomi kreatif lokal khususnya bagi para pelaku IKM/UKM eksisting (potensinya saat ini sebanyak ± 8.700 pelaku IKM/UKM), maupun upaya-upaya untuk melahirkan wirausaha baru berbasis inovasi dan teknologi.

Pola pengembangan pembinaan IKM/UKM di Kota Cimahi sebelum adanya inovasi ini, berupa pelatihan pembinaan yang tidak terintegrasi dan terkesan sporadis, sehingga tidak dapat terukur tingkat keberhasilannya, selain itu juga berbagai aktivitas tersebut belum  dilaksanakan dalam suatu kawasan khusus yang terintegrasi, serta belum melibatkan peran serta para stakeholders  (A-B-C-G = Akademis-Bisnis-Comunitas-Goverment) secara permanen dan optimal.

Konsep pengembangan Techno Park di Kota Cimahi terfokus pada upaya peningkatan daya saing para pelaku IKM/UKM di Kota Cimahi serta penciptaan wirausaha baru berbasis teknologi (start up), melalui konsep kolaborasi Quadruple Helix yaitu kolaborasi antara: akademisi, pebisnis, pemerintah, dan komunitas, dimana Kawasan Cimahi Techno Park menjadi HUB dari pola kolaborasi ini, sebagai salah satu perwujudan amanat Nawa Cita Presiden RI.

Program utama yang diimplementasikan di Cimahi Techno Park saat ini adalah Program Akselerasi dan Program Inkubasi Bisnis dan Teknologi, Program Akselerasi IKM/UKM merupakan program yang diperuntukkan bagi para pelaku IKM/UKM untuk menaikkelaskan usahanya, sedangkan program Inkubasi Bisnis dan Teknologi merupakan program yang bertujuan untuk menghasilkan wirausaha baru inovatif berbasis teknologi yang dilaksanakan di kawasan Cimahi Techno Park (Gedung Cimahi Techno Park dan BITC).


Dampak Sebelum dan Sesudah :

Sebelum adanya inovasi adalah belum adanya suatu kawasan khusus sebagai media untuk menciptakan kolaborasi yang permanen di antara seluruh stakeholders dalam upaya pengembangan UKM/IKM di Kota Cimahi, setelah adanya inovasi adalah adanya suatu kawasan khusus sebagai media untuk menciptakan kolaborasi yang permanen di antara seluruh stakeholders dalam upaya pengembangan UKM/IKM di Kota Cimahi

Konsep pengembangan Cimahi Techno Park saat ini sudah menjadi salah satu program unggulan di Kota Cimahi dan akan dilaksanakan secara berkesinambungan, hal ini terindikasi dengan program pengembangan Cimahi Techno Park yang sudah terakomodir di dalam dokumen RPJMD dan Renstra Pemerintah Kota Cimahi, dengan didukung dengan sudah adanya kelembagaan pengelolaan, regulasi, serta dukungan seluruh stakeholders  yang terkait.

Kemungkinan replikasi di Kota/Kab. Lain :


Dalam pengembangan konsep Cimahi Techno Park, terdapat beberapa dokumen ataupun regulasi yang telah tesedia, diantaranya : master plan, SK tim PIB,  Perwal tentang kelembagaan UPT Cimahi Techno Park, Perwal tentang Kawasan Cimahi Techno Park, serta SOP ataupun pedoman pendukung lainnya yang sifatnya sangat replikatif.

Delapan bulan lebih pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Situasi ini tidak hanya  berpengaruh pada sektor kesehatan, tapi juga dunia usaha. Meski kondisi sulit, beberapa UMKM masih mampu bertahan bahkan berkembang dengan sejumlah inovasi. Profesional, kolaborasi dengan berbagai pihak dan pemanfaatan teknologi digital jadi jurus yang banyak dipakai para UMKM lokal dalam mendongkrak penjualan produk-produk mereka.

Kisah sukses dituturkan oleh Denden Sofiudin, seorang pemilik usaha kopi di Temanggung Jawa Tengah membuktikan jurus yang kini banyak digunakan para pelaku UMKM di tengah masa sulit ini. Denden sendiri merintis usahanya sejak 2015, ia membuat Rumah Kopi Temanggung untuk memfasilitasi hasil panen kopi dan tembakau para petani lokal.

 “Secara pengetahuan saya sama sekali blank, saya tidak punya basic orang kopi, tetapi saya punya pengalaman sehari-hari di dunia digital (online). Saya coba menawarkan itu di online responnya bagus,” kisahnya dalam Webinar KPCPEN dengan tema ‘Pandemi dan Peluang Bisnis Berbasis Kearifan Lokal’, Jumat (27/11/2020)

Setelah sukses, Denden mengajak beberapa temannya untuk melakukan hal yang sama. Denden kemudian turun tangan untuk mengajari teman-temannya memanfaatkan teknologi yang kini banyak tersedia secara gratis atau tidak berbayar.

“Saya buatkan mereka titik-titik di google maps, dengan kata-kata yang harus ada Kopi Temanggung. Karena harapannya, siapapun yang lewat Temanggung dan mau mencari, tinggal di-searching, lalu silahkan dipilih pegiat mana yang mau dituju, sesuai seleranya,” terangnya menunjukkan kunci keberhasilan- bahwa kolaborasi adalah sesuatu yang mutlak dilakukan.

Usahanya memasarkan secara digital, berbuah manis meski dalam masa pandemi. Diakui Denden, nyaris secara keseluruhan penjualan produk rumah kopi Temanggung dilakukan secara online. “Distribusi dan penjualan rumah kopi Temanggung itu, nyaris 95% semuanya online,” ujar Denden.

Satya Bilal, Wakil Sekjen International Council for Small Business DIY dalam forum yang sama menambahkan, bahwa kini tak cukup jika hanya mengandalkan penjualan lewat daring.

 “Banyak sekali sektor-sektor kreatif yang bertumbuh. Contohnya ini di Indonesia Timur, banyak satwa-satwa air, aquascape yang muncul saat pandemi. Banyak UMKM yang tumbuh, ada brand lokal, sociolla setelah 5 tahun, saat pandemi, dia bisa ekspansi selain di Indonesia sampai ke Vietnam,” ujarnya.

Diungkapkan Satya, selain meningkatkan kualitas berbasis kearifan lokal, Satya mendorong para pelaku usaha harus dapat memanfaatkan digital dalam memasarkan produk mereka. “Selama pandemi, banyak orang dipaksa harus meningkatkan kemampuan digital (online),” ungkapnya.

Namun, memanfaatkan teknologi digital saja tidak cukup. Para pelaku UMKM dikatakannya harus dapat memanfaatkan enam hal. Pertama mencari dan menambah akses keuangan (pinjaman/modal), meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (karyawan), berkolaborasi, berinovasi, membuat laporan keuangan secara profesional, dan memanfaatkan fasilitas digital.
“Pertama, kita harus menjadi pelaku yang lebih profesional. Kedua, kita lebih punya sense usaha dari sebelumnya. Kalau misalnya sebelumnya, kita dapat dana 100 rupiah sudah cukup, bagaimana kita bisa mengejar lebih dari 100 rupiah, lebih dari usaha yang ada untuk bisa tetap beradaptasi dan juga survive. Bukan pelit, bukan berhemat, tapi lebih tepat sasaran, tepat guna dalam penggunaan anggaran,” terang Satya.

Dia juga menyarankan agar para pelaku UMKM tidak malas berhitung anggaran yang digunakan, kebutuhan modal dan juga keuntungan yang bakal diraih.