Loading...

Menggali Potensi Wisata Kota Tentara

Adhy Rahadhyan S.I.Kom 26 November 2022 2083 kali dilihat
Bagikan:
NotFound

Kota Cimahi Jawa Barat yang selama ini identik dengan julukan "Kota Tentara" karena menjadi tempat berbagai pusat pendidikan ketentaraan di Indonesia, ternyata memiliki sisi lain yang unik dan bisa menjadi daya tarik tersendiri.

Empat tahun sejak dinobatkan sebagai Kota Militer, pada 2018 lalu, Cimahi ternyata menyimpan berbagai macam potensi pariwisata dari hal tersebut.  Sebut saja Rumah Sakit Dustira,  rumah sakit yang berdiri sejak zaman kolonialisme Belanda ini merupakan salah satu rumah sakit yang masih mempertahankan gaya arsitektur, Neo klasikal yang identik dengan bangunan Eropa di era tahun 1800-an.

Selain Rumah Sakit Dustira masih ada beberapa bangunan bersejarah di Kota Cimahi yang dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat khususnya dalam sektor pariwisata untuk memperkenalkan kota dengan luas 40,37 KM ² tersebut, sebut saja Kawasan Tahanan Militer Poncol, hingga Gedung The Historich.

Untuk mendukung hal hal tersebut,  Pemerintah Daerah Kota Cimahi pada tahun 2022 ini, meluncurkan program "Cimahi Military Heritage Tourism" (Cimtage).

Program tersebut merupakan   konsep edu wisata, untuk mengenali bangunan militer bersejarah di Kota Cimahi.

Dengan lokasinya yang strategis Kota Cimahi menjadi salah satu kota dengan tingkat kemajuan pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi di wilayah Jawa Barat, membuat kota Cimahi perlu lebih memperkenalkan keciri khasannya kepada masyarakat, salah satu terobosan yang sedang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Cimahi adalah meningkatkan "Branding" melalui program edu wisata "Cimtage".

Selain potensi pariwisata di bidang sejarah kemiliteran, masih ada beberapa destinasi wisata yang dapat menjadi tujuan dari warga masyarakat untuk lebih mengenal "kota hijau" ini.

Bergeser ke selatan Kota Cimahi, ada satu wilayah,  pedesaan yang sangat asri dan masih mengedepankan nilai-nilai tradisional Sunda.

Wilayah tersebut bernama "Kampung Adat Cirendeu" yang terletak di Kelurahan Leuwigajah kecamatan Cimahi Selatan.

Nama Cirendeu sendiri berasal dari nama “pohon reundeu”, karena sebelumnya di kampung ini banyak sekali populasi pohon reundeu. Pohon reundeu itu sendiri ialah pohon untuk bahan obat herbal.  Maka dari itu kampung ini di sebut Kampung Cireundeu.

Terdiri dari 50 kepala keluarga atau 800 jiwa, yang sebagia besar bermata pencaharian bertani ketela. Kampung Adat Cireundeu sendiri memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman. Sebagian besar penduduknya memeluk dan memegang teguh kepercayaan  Sunda Wiwitan hingga saat ini.

Sejak 1924 masyarakat adat Cireundeu mulai mengon­sumsi ketela hingga saat ini. Masyarakat adat mengolah singkong dengan cara digiling, diendapkan dan disaring men­jadi aci atau sagu. Ampas dari olahan sagu yang dikeringkan juga dibuat men­jadi rasi atau beras singkong. Tidak hanya itu, singkongpun diolah menjadi berbagai camilan seperti opak, egg roll, cireng, simping, bolu, bahkan dendeng kulit singkong yang dikemas dan dijual sebagai oleh-oleh.

Dua Puluh Satu tahun berlalu sejak pendirian Kota Cimahi sebagai Kota otonom, ternyata kota ini begitu banyak menyimpan potensi pariwisata yang belum diketahui oleh sebagian masyarakat, kemajuan teknologi dan peningkatan literasi serta pemanfaatan potensi yang ada menjadikan Cimahi sebagai suatu kota yang memiliki keunikan untuk dijelajahi tak hanya soal kehidupan masyarakatnya namun juga potensi pariwisata yang ada didalamnya.