CIMAHI.- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cimahi menggelar sosialisasi waspada kebencanaan bagi komunitas tunarungu. Hal itu sebagai upaya peningkatan pemahaman mitigasi kebencanaan secara inklusi kepada masyarakat tak terkecuali penyandang disabilitas.
Pelaksanaan kegiatan berlangsung di aula Kecamatan Cimahi Utara Jalan Jati Serut. Warga disabilitas rungu tampak antusias mengikuti kegiatan tersebut, juga ikut aktif pelatihan penyelamatan yang diajarkan dalam sosialisasi.
Kepala Pelaksana BPBD Kota Cimahi Fithriandy Kurniawan mengatakan, pihaknya ingin memastikan semua warga termasuk penyandang disabilitas memiliki akses yang setara terhadap informasi kebencanaan. "Sosialisasi ini sangat penting, mengingat bencana alam bisa terjadi kapan saja," ujarnya.
Dalam sosialisasi ini, BPBD melakukan sosialisasi penggunaan alat komunikasi berbasis visual, seperti lampu peringatan dan sinyal cahaya sebagai bagian dari sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS).
"Salah satu fokus utama kami adalah memastikan teman-teman tuli mendapatkan informasi yang tepat, mudah dipahami, dan dapat diterapkan dalam situasi darurat. Sehingga mereka memiliki pemahaman mengenai langkah-langkah mitigasi yang harus diambil saat terjadi bencana," jelasnya.
Wilayah Kota Cimahi menghadapi berbagai potensi bencana. "Oleh karena itu, BPBD terus berupaya memastikan informasi mitigasi dapat diakses secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk penyandang disabilitas. Setiap kelompok akan mendapatkan pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan mereka, termasuk metode braille untuk tunanetra dan komunikasi berbasis visual bagi tunarungu. Dengan langkah ini, penanggulangan bencana akan semakin inklusif, sehingga semua individu masyarakat bisa turut berperan dalam membangun ketahanan menghadapi bencana," tuturnya.
Upaya mitigasi bencana inklusif mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Cimahi. Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Muhammad Ronny, menyebutkan pihaknya tengah mempersiapkan pelatihan bahasa isyarat bagi petugas pemerintahan.
"Kami akan menempatkan satu orang di setiap perangkat daerah agar menguasai bahasa isyarat. Ini penting agar komunikasi dengan teman-teman tuli bisa lebih efektif," ujarnya.
Ronny mengakui, kendala terbesar saat ini adalah kurangnya pemahaman terhadap bahasa isyarat di kalangan petugas dan masyarakat umum. "Banyak yang belum memahami bahasa isyarat, dan ini yang harus kita benahi bersama, termasuk dalam pencegahan dan penanganan kebencanaan," ucapnya.**