Kesadaran akan pentingnya pemahaman terhadap hak dan kewajiban hukum aparatur sipil negara (ASN), demi terciptanya good governance di lingkungan pemerintah Kota Cimahi sangatlah penting. Untuk itu sosialisasi hukum tentang peningkatan pemahaman hak dan kewajiban hukum aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan pemerintahan daerah Kota Cimahi penting untuk dilaksanakan sebagai salah satu wahana bagi kita untuk memperluas pengetahuan dan wawasan di bidang hukum terutama hak dan kewajiban hukum aparatur sipil negara (ASN).
Tidak dapat kita pungkiri, pengetahuan kita sebagai aparatur sipil negara masih minim terhadap pemahaman hak dan kewajiban hukum aparatur sipil negara. Sejak lahirnya undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara semakin memperkokoh adanya kewajiban negara untuk memberikan perlindungan, pendampingan dan bantuan hukum, dimana perlindungan dan bantuan hukum diberikan kepada ASN yang terjerat hukum karena pelaksanaan tugasnya.
Berdasarkan pasal 21 huruf d dan pasal 22 huruf c, uu nomor 5 tahun 2014 , “ASN berhak memperoleh perlindungan“, serta pasal 92 ayat (1) huruf d dan pasal 106 ayat (1) huruf e “pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa: bantuan hukum”. Ayat (3) “bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada pasal 106 ayat (1) huruf e berupa bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugASNya”.
Namun bantuan hukum tidak diberikan kepada ASN yang terlibat masalah hukum / tindak pidana khusus seperti korupsi, narkoba dan terorisme. Asn tidak berhak mendapatkan bantuan hukum jika ASN tersebut sudah mendapatkan surat keputusan yang menjelaskan bahwa yang bersangkutan terbukti melakukan kesalahan dari pejabat pembina kepegawaian (PPK) dengan jenis hukuman disiplin berat berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pns dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pns.
Hal ini disebabkan karena status yang bersangkutan sudah bukan pns berdasarkan keputusan ppk dan tidak dimungkinkan bagi unit kerja yang menangani bantuan hukum menentang keputusan pimpinan/dinas tersebut.
Dalam uu ASN, tidak ada penjelasan lebih lanjut perihal bantuan hukum yang diberikan kepada ASN yang bermasalah hukum dalam pelaksanaan tugASNya.
Jika melihat aturan tersebut, banyak hal yang perlu digali lebih lanjut yaitu sebagai berikut:
1. Pemberian bantuan hukum dalam perkara di pengadilan dapat diartikan bantuan hukum perkara pidana, perdata, peradilan agama, dan tata usaha negara.
2. Dalam praktik selama ini, unit yang membidangi hukum mewakili institusi pemerintah dalam beracara di pengadilan serta mendapat kuasa dari pimpinan instansi pemerintah untuk menangani perkara-perkara perdata dan tata usaha negara.
3. Dalam perkara pidana, pegawai negeri tidak boleh menjadi pengacara bagi pegawai negeri yang terkena perkara. Hal ini dikarenakan kodrat hukum materiil pidana yang bersifat pribadi. Jika pegawai negeri menjadi pengacara bagi orang yang terkena pidana, maka pegawai negeri tersebut bertindak atas nama pribadi dan menjadi kuasa dari orang tersebut. Hal ini tidak diperbolehkan oleh undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang advokat yang menyatakan bahwa seorang advokat tidak boleh berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara (pasal 3 ayat (1) huruf c).
Merujuk pasal 126 uu ASN, pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi pegawai ASN Republik Indonesia. Korps profesi pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa. Dalam mencapai tujuan tersebut korps profesi ASN Republik Indonesia memiliki fungsi:
1. Pembinaan dan pengembangan profesi ASN.
2. Memberikan perlindungan hukum dan advokasi kepada anggota korps profesi ASN Republik Indonesia terhadap dugaan pelanggaran sistem merit dan mengalami masalah hukum dalam melaksanakan tugas.
3. Memberikan rekomendasi kepada majelis kode etik instansi pemerintah terkait pelanggaran kode etik profesi dan kode perilaku profesi.
4. Menyelenggarakan usaha untuk peningkatan kesejahteraan anggota korps profesi ASN Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari berbagai kasus yang terjadi selama ini, ASN yang mengalami permasalahan hukum belum menerima pendampingan dan bantuan hukum secara optimal dari unit kerja yang memberikan bantuan hukum, khususnya pada kasus-kasus terkait pidana. Untuk memberikan perlindungan dan bantuan hukum bagi ASN yang mengalami permasalahan hukum maka perlu dibentuk suatu lembaga yang berkompeten dan bersifat profesional.