Bulan September dikenal sebagai Bulan Gemar Membaca. Terdapat juga dua peringatan penting di Bulan September, yaitu peringatan Hari Aksara Internasional pada tanggal 8 dan Hari Kunjung Perpustakaan pada tanggal 14 September. Dengan adanya peringatan tersebut menjadi momentum tepat untuk kembali mendekatkan perpustakaan kepada masyarakat sekaligus mendongkrak dan menggelorakan budaya membaca di Indonesia yang masih lesu.
Indonesia adalah bangsa yang besar, kaya akan sumber daya alam, kebudayaan dan adat istiadat yang begitu melimpah ruah. Namun patut disayangkan, Indonesia yang dikenal sebagai Macan Asia kini justru terpuruk dan tertinggal dalam pelbagai bidang. Hal ini menjadi bukti bahwa bangsa yang besar tidak hanya dibangun bermodalkan kekayaan alam yang melimpah tetapi juga kualitas manusia, termasuk kualitas budaya baca yang dimiliki bangsanya.
Budaya baca atau yang dikenal dengan literasi turut mempengaruhi sejauh mana kualitas bangsa tersebut. Bangsa yang maju dapat dipastikan memiliki budaya literasi yang tinggi. Sebagai amsal, penduduk Jepang setiap tahun membaca 10-15 judul buku. Penduduk Amerika membaca 20-30 judul buku. Sementara penduduk Indonesia rata-rata membaca kurang dari 1 judul per tahun.
Permasalahan literasi di Indonesia saat ini masih dihadapkan dengan berbagai masalah, mulai dari mahalnya harga buku, tidak tersedianya toko buku hingga belum meratanya perpustakaan sehingga menghambat akses masyarakat terhadap bacaan.Tidak mengherankan jika hasil studi Most Littered Nation In the World yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Ironis. Hasil penelitian ini menjadi bahan refleksi sejauh mana tingkat literasi bangsa ini.
Peringatan Hari Kunjung Perpustakaan memiliki nilai penting untuk kembali mendekatkan masyarakat kepada perpustakaan dan meningkatkan budaya baca.
Harus disadari bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan dukungan nyata dari pemerintah yang progresif dan berkelanjutan. Hal ini sebagai manivestasi dari Undang-undang nomor 43 tahun 2007 Pasal 50 yang menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong pembudayaan kegemaran dengan menyediakan bahan bacaan bermutu, murah, dan terjangkau serta menyediakan sarana dan prasarana perpustakaan yang mudah diakses.
Program pengiriman buku gratis melalui PT. Pos Indonesia setiap tanggal 17 setiap bulan menjadi salah satu contoh konkret kepedulian pemerintah terhadap pengembangan budaya baca di Indonesia. Melalui program tersebut pemerintah dapat meningkatkan akses buku bagi masyarakat. Selain itu, pemerintah masih perlu menyelenggarakan perpustakaan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat bawah (grass root) hingga ke pelosok-pelosok negeri, misalnya di wilayah perbatasan.
“Jas Merah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”, demikian ungkapan yang disampaikan oleh Bung Karno. Sebagai bangsa yang besar, kita tidak boleh melupakan sejarah diri bangsa ini. Melalui pintu-pintu perpustakaan, kita dapat berdialog dengan para tokoh dan pelaku sejarah, kita dapat melihat ulang betapa bangsa ini dibangun oleh orang-orang yang memiliki budaya baca tinggi seperti Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, Tan Malaka, dan lainnya.
Selain itu, datang ke perpustakaan juga merupakan salah satu cara untuk mengingatkan kita serta mengetahui betapa agung karunia akal yang diberikan Tuhan kepada hamba-Nya. Di perpustakaa, kita dapat membuka pikiran dan cakrawala kita mengenai pengetahuan dan dunia luar. Di era serba digital seperti sekarang ini, perpustakaan memang bukan satu-satunya sumber informasi bagi masyarakat. Perangkat gawai dan adanya mesin pencari raksasa bernama Google memungkinkan setiap manusia mendapatkan informasi dari belahan dunia mana pun. Sayangnya, tidak setiap informasi yang diperoleh dari internet dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, misalnya fenomena hoax yang akhir-akhir ini melanda bangsa ini.
Bagaimanapun, Informasi adalah makanan bagi jiwa dan pikiran. Jika informasi tersebut mengandung racun, akan timbul bahaya dan kerusakan yang sangat besar darinya. Di tengah kondisi inilah eksistensi perpustakaan sebagai sumber informasi sehat bagi masyarakat masih belum tergantikan oleh apa pun. Perpustakaan hadir sebagai penerang di tengah kegelapan.