Loading...

Upaya Pencegahan Penyakit Menular Melalui Imunisasi di Masa Pandemi di Kota Cimahi

Bambang S. 28 Januari 2021 7512 kali dilihat
Bagikan:
Upaya Pencegahan Penyakit Menular Melalui Imunisasi di Masa Pandemi di Kota Cimahi

Cimahi, Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

 

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil, dan ahli serta disusun dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid.

 

Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah sementara penyakit degeneratif juga muncul sebagai masalah. Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah administrasi sehingga menyulitkan pemberantasannya. Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu maka tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah ke daerah lain atau satu negara ke negara lain dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat dan dengan hasil yang efektif.

 

Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementrian  Kesehatan, sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah, khususnya untuk menurunkan angka kematian anak.

 

Indonesia telah menetapkan target tahun 2010 seluruh desa/kelurahan harus sudah mencapai UCI  (Universal Child Immunization) 100%, artinya setiap kelurahan  minimal 80% bayi telah mendapat imunisasi dasar lengkap. Selain UCI  ada juga komitmen global lain yang harus dicapai yaitu Eradikasi Polio, Eliminasi Tetanus Neonatorum, dan Reduksi Campak.

 

Untuk mencapai sasaran global dan upaya penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), maka pelayanan program imunisasi selain harus memiliki cakupan yang tinggi (minimal 80% tiap kelurahan), juga diperlukan kualitas pelayanan yang maksimal (sesuai standar). 

 

Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis yang memberikan pelayanan imunisasi secara langsung terhadap masyarakat sangat menentukan keberhasilan pelayanan imunisasi. Keberhasilan pelayanan imunisasi secara kualitas maupun kuantitas sangat dipengaruhi oleh bagaimana sistem manajemen program imunisasi diberbagai tingkat (Kab/Kota  dan Puskesmas) dilaksanakan.

 

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Kota Cimahi juga mendukung kegiatan pencegahan penyakit melalui kegiatan peningkatan imunisasi. Maka melalui  APBD  Tahun  2020 dilaksanakan kegiatan untuk mewujudkan  menurunan angka kesakitan, kecacatan dan kematian  penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

 

Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Cimahi bekerjasama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cimahi menggelar Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) tingkat Sekolah Dasar (SD) Kota Cimahi. Kegiatan berlangsung dengan protokol kesehatan ketat untuk menekan potensi penularan Corona Virus Disease (Covid-19) di lingkungan sekolah.


Kepala Dinas Pendidikan Kota Cimahi Harjono mengatakan pihaknya melakukan monitor dan sidak ke sejumlah sekolah terkait pelaksanaan BIAS. Berdasarkan data Disdik Kota Cimahi, jumlah peserta BIAS merupakan siswa kelas 1, 2, dan kelas 5.

 

Pada kegiatan BIAS kali ini jenis imunisasinya yang diberikan adalah Difteri-Tetanus (DT), Campak (Measles-Rubella) dan Td (Tetanus difteri) yang akan diberikan dari bulan November sampai dengan Desember 2020. "Sekolah sudah mempersiapkan untuk kegiatan tersebut. Siswa diminta hadir sesuai jadwal waktu yang diberikan. Jika siswa berhalangan hadir, maka diminta langsung mendatangi puskesmas terdekat untuk mendapat imunisasi," ujarnya.

 

Adapun panduan pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

1.     Jadwal dibuat bervariasi menyesuaikan dengan  target dan jumlah sasaran siswa.

2.     Menegakan Prinsip Protokol Kesehatan, yaitu:

a.     Protokol Kesehatan Untuk Siswa

b.     Protokol Kesehatan untuk Sekolah

c.      Protokol Kesehatan untuk Tim Puskesmas

3.     Kesepakatan tentang jadwal adalah kolaborasi antara Sekolah dengan Puskesmas Pembina wilayah yang dilaksanakan dengan jadwal yang akan ditentukan bersama

 

Syarat skrining pemberian imunisasi BIAS, adalah sebagai berikut :

1.     Anak sehat, tidak sedang sakit berat maupun sakit ringan

2.     Tidak mempunyai riwayat alergi

3.     Tidak mempunyai riwayat kejang

4.     Jika anak Sakit ringan maka imunisasi dapat ditunda sementara sampai dengan sembuh, kemudian jadwal ditentukan sesuai dengan kesepakatan Puskesmas dan sekolah (melalui  Sweeping)

 

Dari sejumlah sekolah yang dikunjungi, lanjut Harjono, perlu lebih ditingkatkan terkait penerapan protokol kesehatan. "Jangan sampai kegiatan ini malah memicu penularan covid-19 di lingkungan sekolah,” katanya.
Pihaknya meminta kepala sekolah memastikan protokol kesehatan diterapkan selama BIAS berlangsung. Termasuk supervisi dilakukan oleh pengawas sekolah. “Targetnya, kegiatan ini dapat melindungi anak-anak kita dari berbagai penyakit berbahaya,” tandasnya.

 

Terkait dengan perkembangan vaksin COVID-19, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan pernyataan dan terus menerus menekankan bahwa dalam hal penyediaan vaksin COVID-19, harus dipastikan keamanannya dan efektivitasnya. Keberadaan vaksin yang aman dan efektif sangat penting dan diharapkan oleh Latief Siregar, seorang penyintas COVID-19 yang dirundung ketakutan ketika divonis positif dan harus menjalani perawatan intensif. Menurutnya,  kehadiran vaksin menjadi hal yang vital karena belum ada obat untuk COVID-19.

 

Terkait efektivitas vaksin ditegaskan pula oleh Prof. Dr. dr. Cissy Rachiana Sudjana, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Menurutnya, vaksin adalah cara paling efektif untuk menurunkan kesakitan, kematian dan juga kecacatan. Meskipun tingkat efektivitas vaksin berbeda satu dengan lainnya, namun satu hal yang pasti adalah, vaksin yang telah beredar pasti telah mendapatkan izin dari badan yang berwenang dan memenuhi syarat keamanan dan efektivitas.

 

Hal senada juga diungkapkan vaksinolog sekaligus spesialis penyakit dalam, dokter Dirga Sakti Rambe. “Setiap vaksin punya efektivitas yang berbeda-beda. Namun, vaksin tidak akan mendapat izin penggunaan atau peredaran jika efektivitasnya tidak memenuhi syarat dan standar WHO,” ujarnya. “Untuk vaksin COVID-19, WHO menetapkan minimal efektivitasnya 50%. Harapannya pasti nanti vaksin yang ada efektivitasnya bisa lebih tinggi dari angka yang ditetapkan WHO.”

 

Proses pembuatan setiap vaksin harus melewati proses penelitian hingga uji klinis yang panjang. Namun karena kemajuan sains dan teknologi, prosesnya bisa jauh lebih cepat.

 

Untuk menegaskan keamanan, prosesnya pembuatannya juga diawasi oleh berbagai lembaga kompeten. Sebagai contoh, uji klinik vaksin COVID-19 di Bandung dengan standar sama seperti di negara lain, juga diawasi oleh badan pengawas, yaitu Badan POM, Data Safety Monitor Board (DSMB), dan Komite Etik FK Unpad. Betul-betul berlapis.