Loading...

Pengembangan Kawasan Pengelolaan Sampah yang Menuju Pada Sirkular Ekonomi Mandiri

Bambang S. 23 Mei 2022 1701 kali dilihat
Bagikan:
NotFound

Pada hari kamis tanggal 19 mei 2022, headline surat kabar harian kompas menampilkan judul “sampah makanan indonesia mencapai Rp. 330 trilyun per tahun”. Judul tersebut menunjukkan bahwa jika dilakukan valuasi secara ekonomi ada uang senilai Rp. 330 trilyun yang hilang dari foodwaste atau sampah makanan yang kita hasilkan setiap tahunnya.

  Ini menunjukkan permasalah sampah sekarang ini, termasuk di dalamnya sampah makanan, sudah menjadi masalah yang sangat serius dan yang terdepan dalam pembahasan isu-isu publik sehingga perlu perubahan yang sangat mendasar untuk mensikapi masalah sampah ini.

  Ada beberapa hal yang menjadi masalah dalam urusan persampahan saat ini. Yang pertama adalah masalah pembiayaan.

  Dasarnya ada di undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, dimana dinyatakan bahwa urusan sampah adalah urusan wajib non pelayanan dasar. Di pasal 18 undang-undang itu disebutkan juga bahwa pemerintah daerah harus memprioritaskan dulu urusan wajib pelayanan dasar.

  Oleh karenanya, diperlukan terobosan dalam mensikapi masalah pembiyaan ini, agar nanti di dalam penyusunan dokumen perencanaan, seperti rpjmd, restra, rkpd, sampai akhirnya diterjemahkan ke dalam penyusunan APBD,  urusan  sampah dapat juga menjadi prioritas dan anggarannya dapat memadai, minimal sesuai standar yaitu 3% dari APBD.

  Seperti kita ketahui bersama, setelah berlakunya undang-undang 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, ada dua mandat yang harus dikerjakan pemerintah daerah terkait sampah yaitu pengurangan dan penanganan sampah.

  Konsekuensi dari undang-undang tersebut adalah beban kerja operasional menjadi bertambah dengan adanya kewajiban mengurangi sampah, dibandingkan dengan sebelum berlakunya undang-undang, yang mana operasional pengelolaan sampah hanya sebatas penanganan kumpul angkut buang.

  Dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit, karena sebenarnya biaya pengurangan sampah dan penanganan sampah dari hulu ke hilir sangatlah mahal.

  Masalah yang kedua dalam urusan sampah adalah masalah sosial kultural. Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, ada 72% masyarakat yang tidak peduli dalam urusan sampah. Inilah yang bisa kita potret dari keseharian yang terjadi di Kota Cimahi.

  Sebagaimana kencang pun pemerintah melakukan kampanye pemilahan dan pembatasan sampah, atau seberapa sering pun pemerintah memberikan insentif baik fiskal dan non fiskal, masyarakat tetap enggan untuk memilah sampah dengan benar. Padahal dengan memilah sampah di awal, pengolahan sampah dapat dilakukan dengan lebih mudah dan akan ada banyak manfaat yang dihasilkan. Perilaku kebiasaan masyarakat yang selalu menyisakan santapan yang dimakannya, adalah hal sederhana yang sebenarnya bisa diubah agar dapat terjadi pembatasan timbulan sampah.

Pada tanggal 21 Mei 2022 telah dilaksanakan kegiatan pencanangan RW. 18 Cipageran menjadi lokasi pengembangan kawasan pengelolaan sampah yang menuju pada sirkular ekonomi mandiri.

  Bagi saya ini adalah gerakan masyarakat untuk mendorong perubahan perilaku dan membangun peradaban dalam pengelolaan sampah. Gerakan kelompok masyarakat ini perlu didorong, sehingga menjadi teladan dan contoh bagi rw-rw lainnya di Kota Cimahi.

  Walaupun dibutuhkan waktu, tapi saya yakin akan ada perubahan perilaku, sehingga nantinya dari urusan sampah ini pelan-pelan akan banyak timbul jenis usaha dan wirausahawan baru. Hal seperti inilah yang harus terus diupayakan oleh pemerintah kota, khususnya dinas lingkungan hidup. Dibutuhkan kerja sama lintas sektoral untuk bisa mewujudkan ini semua. Pembinaan kepada wirausahawan di bidang persampahan juga perlu dilakukan oleh dinas terkait.

  Industri-industri yang bergerak dalam hal daur ulang sampah juga perlu didukung. Pemerintah kota harus bisa menyambungkan antara unsur-unsur di dalam pengelolaan sampah, mulai dari penghasil sampah, petugas pengumpul sampah, pengepul, bandar, bank sampah unit, bank sampah induk sampai kepada industri daur ulang sebagai offtaker. Jika semua unsur bisa berperan, tentunya masalah atau persoalan persampahan ini akan segera bisa diselesaikan

Diharapkan setelah selesainya pencanangan ini, kita dapat menyebarluaskan apa yang sudah dilakukan oleh warga RW. 18 Cipageran. Segera contoh dan replikasi di tempat-tempat lainya.

  Kita berharap terjadi percepatan dan pergerakan cepat di dalam pengembangan pengelolaan sampah menuju sirkular ekonomi. Pemerintah kota, khususnya Dinas Lingkungan Hidup harus segera menyelesaikan semua perangkat-perangkat lunak yang dibutuhkan agar gerakan masyarakat seperti ini semakin banyak.