Berdasarkan sejarah peradaban islam yang telah berkembang sejak Islam hadir yang dibawa oleh Rasulullah saw, zakat yang merupakan salah satu rukun Islam mampu mengentaskan kemiskinan. Prestasi paling gemilang terjadi pada masa periode Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang hanya memimpin selama kurang lebih 2 tahun 5 bulan. Salah satu prestasi paling mentereng dalam kepemimpinan beliau adalah tentang program zakatnya, dengan pengelolaan yang sangat optimal disertai dengan para petugas pengelola zakat yang profesional, kredibel, dan amanah, semua masyarakat yang hidup di bawah kepemimpinan beliau sangat makmur. Bahkan saking makmurnya rakyat tersebut, sudah tidak ada satupun dari mereka yang menjadi mustahik (penerima zakat), dan alokasi dana zakat yang tersedia akhirnya harus disalurkan ke negara lain.
Fakta sejarah ini mejadikan I’tibar bagi pemerintah,
bahwa dalam menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera merupakan amanat
dari Pancasila dan UUD 1945.
Zakat berdasarkan definisi yang dikutif dari Kitab
Fathul Wahab yaitu Ismun lima yukhroju ‘an
maalin aubadanin ‘ala wajhin makhushushin (suatu nama dari harta atau badan
yang dikeluarkan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan. Menurut Sayyid
Sabiq dalam kitab Fiqhuh Sunnah didefiniskan sebagai berikut : Ismun lima yakhrujuhul insaanu min
haqqillahi ta’ala ilal fuqoro’ wasummiyat zakaatan lima yakuunu fiima min
rojaail barokah watazkiyatunnafsi (suatu nama yang dikeluarkan oleh manusia
dari hak Allah Swt untuk para fakir miskin, dan disebut bersih karena
keberadaanya memiliki tujuan mengharap berkah dan pembersihan diri)
Hadits Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya di surga terdapat kamar
yang luarnya dapat terlihat dari dalamnya dan dalamnya dapat terlihat dari
luarnya.” Kemudian ada seorang badui berdiri lantas bertanya, “Kepada siapa
(kamar tersebut) wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Bagi orang yang berkata
baik, memberi makan (di antaranya lewat zakat, pen), rajin berpuasa, shalat
karena Allah di malam hari di saat manusia sedang terlelap tidur.”
(HR. Tirmidzi no. 1984).
Rukun Islam yang ketiga ini merupakan ibadah yang
memiliki dua dimensi, yang pertama zakat merupakan ibadah yang berdimensi vertikal
yaitu ibadah dalam bentuk pengabdiaan seseorang kepada Robbnya (hablum minallah), dan ibadah yang
berdimensi horizontal yakni ibadah yang berbentuk pengabdian sosial (hablum minannas). Sehingga dengan
konteks pemaknaan tersebut, ibadah zakat sangatlah kompleks. Budaya berzakat
berarti membiasakan diri mengeluarkan zakat, infak, shodaqoh (ZIS). Rutinitas
dan kebiasaan ini terus dilatih secara kontinue, sehingga menjadi kebiasaan
yang muncul dari seseorang secara otomatis, tanpa berpikir dan keraguan.
Yang menjadi pertanyaan, sejauh mana budaya zakat yang
sudah tumbuh berkembang di Kota Cimahi ini. Sudahkah tertanam kuat dan
teraktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari?
Kota Cimahi merupakan kota dengan jumlah penduduk
sekitar 561.386 jiwa, dan masyarakat yang beragam Islam yang menghuni penduduk Kota
Cimahi sebanyak 527.532 jiwa atau sekitar 93 % (Database Pemerintah Kota Cimahi
Tahun 2014). Sebuah potensi yang sangat besar untuk bisa memaksimalkan potensi
zakat dan pemberdayaan yang merata dan akan memberikan dampak yang luar biasa
terhadap kesejahteraan masyarakatnya.
Oleh sebab itu diperlukan upaya periodik dalam
mengentaskan kemiskinan yang terjadi di Kota Cimahi, salah satunya dengan
mewujudkan komitmen berbudaya zakat. Berikut alasan yang saya kemukakan :
Pertama,
menumbuhkan gairah berzakat, berinfak dan bersedekah karena di dalam amwal (harta) dan kasab (usaha) setiap orang terdapat hak orang lain di dalamnya.
Secara implisit “hak orang lain” menunjukkan bahwa kewajiban zakat menyentuh
hak hidup orang banyak yaitu pemenuhan kehidupan ekonomi.
Kedua,
mengeluarkan zakat dengan penuh kesadaran. Artinya, menyadari bahwa kewajiban
zakat bukan hanya di bulan suci Ramadhan saja yang bisa dikeluarkan setiap satu
tahun satu kali sebanyak 2,5 kg beras atau jika diuangkan sekitar Rp. 25.000,
tetapi juga di luar bulan Ramadhan sebagai upaya meramadhankan bulan-bulan yang
lainnya, bukankah ini merupakan bagian dari implemenatasi meramadhankan sebelas
bulan di luar bulan ramadhan?
Ketiga,
meningkatkan perilaku tolong menolong, berkorban dan memperhatikan kepentingan
orang lain, memiliki sikap kepedulian dan tanggung jawab dengan nasib orang
lain. Allah swt berfirman dalam QS Al-Maidah (5) ayat 2 : Wata’aawanuu ‘alal birri wattaqwa walaa ta’aawanuu ‘alal itsmi
wal’iudwaan (Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran).
Keempat,
sangat bergantung terhadap sinergitas antara Baznas dan Pemerintah Kota Cimahi.
Bagaimana menciptakan sebuah kebijakan atau program daerah yang pro terhadap
rakyat miskin dan berorientasi pada penyadaran gerakan budaya zakat. Tahun 2014
silam, Baznas Kota Cimahi bersama Pemerintah Kota Cimahi sudah melaksanakan
lounching mencanangkan Kota Cimahi sebagai “Kota Sadar Zakat”. Selang satu
tahun berlalu, implementasi itu masih harus terus diperjuangkan dengan segenap
kemampuan yang dimiliki. Komitmen dari semua pihak tentu sangat dibutuhklan
dalam mewujudkan cita-cita yang kita bangun bersama.
Pada abad ketujuh masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah
melakukan perubahan-perubahan drastis yang terlihat pada kebijakan-kebijakan
pemerintahannya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah memberikan kontribusi
positif yang berdampak pada pemerataan kesejahteraan tanpa melihat status
sosial, dikenal sangat bijaksana dan penuh dengan keadilan. Salah satu
kebijakan yang dia jalankan saat menjadi khalifah yaitu dengan optimalisasi program
zakat sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Tidak salah jika Sufyan Ats-Tsauri berkata “para khalifah itu ada lima,
yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin AbiThalib, dan
Umar bin Abdul Aziz. Pemerintahan yang membawa kesejahteraan secara menyeluruh
ini menjadi sebuah patokan baru bagi perkembangan peradaban Islam.
Tak dinafikan dalam ranah praktek dan kenyataan, upaya melaksanakan
budaya berzakat harus dibarengi dengan niat ikhlas, tekad yang kuat, komitmen,
konsisten dan tentu dibarengi dengan amanah. Insya Allah dampak positif dapat
diarasakan tatkala budaya zakat sudah tertanam kuat dalam diri individu masyarakat
Cimahi pada umumnya. Anggap saja masyarakat Kota Cimahi sudah tidak lagi
menjadi mustahik tetapi sudah menjadi muzakki (pemberi zakat), akan secara
otomatis terbentuk masyarakat yang saling empati, simpati, silih asah, silih
asih, silih asuh, meningkatnya angka kesejahteraan masyarakat, tercapainya social society (masyarakat madani),
lebih jauh dari itu tidak menutup kemungkinan menghantarkan Kota Cimahi kelak akan
menjadi Kota Muzakki dan mudah-mudahan akan menjadi salah satu daerah dengan
komitmen budaya berzakat yang tinggi. Wallahu
‘alam. (