Loading...

Perkembangan Dan Permasalahan Psikologis Anak Usia SD (6-12 Tahun)

Administrator 28 Oktober 2016 55654 kali dilihat
Bagikan:
Perkembangan Dan Permasalahan Psikologis Anak Usia SD (6-12 Tahun)
PERKEMBANGAN DAN PERMASALAHAN PSIKOLOGIS ANAK USIA SD (6– 12 TH)

TANTANGAN PSIKOLOGIS PADA FASE CHILDHOOD
Masa Pra Sekolah : 2 – 6 tahun 
Merupakan awal dari pengalaman bermasyarakat (sosialisasi). Dasar-dasar pendidikan disiplin diri diberikan pada masa ini, hubungan orangtua-anak, suasana perkawinan ayah –ibu, latihan kebersihan, disiplin dan pengendalian perilaku, hubungan kakak dan adik. Hal-hal tsb merupakan sumber stres pada masa ini 
Masa sekolah : 6 – 12 tahun 
Perkembangan jasmaniah dan penyesuaian diri di sekolah dan lingkungan pengaruhb dari luar rumah dapat menjadi sumber gejolak emosional 
Masa remaja : 12 – 18 tahun 
Ditandai oleh sikap menentang terutama terhadap otoritas/dunia orang dewasa, kepercayaan yang besar pada teman-teman sebaya 

KETAATAN ANAK PADA ORANGTUA DARI SUDUT AGAMA
Dibenarkan untuk dilakukan  hanya dengan syarat bahwa ketaatan itu menyangkut kebenaran dan kebaikan, bukan kepalsuan dan kejahatan     >> Qur’an surat Luqman 31 : 15
Pesan Tuhan agar orang berbuat baik kepada ibu-bapaknya adalah MUTLAK , tanpa syarat bahkan sekalipun ibu-bapaknya jahat     >> Qur’an surat Al Isra 17 : 28     

APA YANG HARUS DILAKUKAN ANAK PADA ORANGTUA
1. Janganlah ia mengucapkan kata-kata kotor dan tidak pantas kepada Ayah-Ibu.
2. Janganlah membantah atau berucap kasar 
3. Hendaklah ia bersikap rendah Hati dengan dasar rasa cinta kasih 
4. Hendaklah ia berdoa untuk Orangtua (Al Isra 17 : 23-24)

PENTINGNYA AKAP BAGI POLA ASUH ANAK
1. Awarenes (Keberadaan)
2. Knowledge (Pengetahuan )
3. Attitude  (sikap)
4. Practise (Penerapan)

3 TIPE TEMPERAMEN ANAK
1. Tipe Mudah 
    Ciri-cirinya :
Mewakili suasana hati yang positif, cenderung tidak rewel.
Dengan cepat dapat membentuk kebiasaan rutin yang teratur dan mudah menyesuaikan diri dengan pengalaman, situasi dan orang-orang baru.
2. Tipe Sulit 
    Ciri-cirinya :
Cenderung bereaksi secara negatif dan seringkali menangis 
Cenderung bereaksi negatif terhadap kegiatan rutin, sehingga memberi kesan sangat sulit untuk hidup secara teratur (misalnya keteraturan dalam hal makan, tidur, mandi dll)
Lambat dalam mencari pengalaman-pengalaman baru sehingga penyesuaian diri dengan lingkungan, situasi, serta orang-orang disekitar, dan  makan baru pun sulit.

3. Tipe Slow to Warm Up
    Ciri-ciri :
Memiliki ciri-ciri antara tipe sulit dan mudah 
Tingkat aktifitasnya rendah 
Cenderung menunjukkan Suasana hati yang negatif (tetapi sedikit lebih baik daripada tipe sulit)
Penyesuaian dirinya juga lamban dan suasana hati anak tipe ini cenderung rendah intensitasnya. Semasa bayi ia tidak terlalu rewel bila dibandingkan dengan tipe anak sulit.  Lewat bujukan Akhirnya ia dapat ditenangkan 

SYARAT POLA ASUH AUTHORITATIVE
1. Utamakan kehangatan atau kasih sayang yang mendalam. Kehangatan akan  lebih menyenangkan hati anak dengan kedua tipe temperamen ini sehingga kadar emosi negatifnya menurun.
2. Saat memberlakukan bahasa, Orangtua harus tegas dan tegar (konsisten), sehingga anak akhirnya belajar bahwa orangtuanya tidak main-main dengan aturan yang sudah ditetapkan.
3. Orangtua tidak  boleh memaksakan kehendaknya. Ada rambu-rambu yang harus ditaati oleh orangtua dan anak. Anak-anak  usia Sekolah umumnya sudah dapat diajak berbicara atau berdiskusi tentang rambu-rambu ini, sehingga penerapannya menjadi lebih mudah. Hendaknya Orangtua sudah mempersiapkan alasan-alasan yang dapat diterima anak, yaitu aturan yang tidak terlalu mengada-ngada. 
4. Dalam mengasuh dan membesarkan anak yang termasuk mudah, Mayke mengingatkan agar jangan sampai orangtua malah mengabaikannya.  Hal ini umumnya seringterjadi pada orangtua yang memiliki anak dengan 2 tipe berbeda, misalnya yang satutipe sulit dan yang lain mudah.  Ayah atau ibu lantas lebih memperhatikan anak yang sulit dan selalu berusaha “memenangkannya”.  Tindakan ini tidak hanya akan membahayakan anak denga tipe mudah tapi juga yang bertipe sulit.  Anak tipe mudah akan mengalami frustrasi karena merasa selalu dikalahkan dan berakhir menjadi anak bermasalah 

SASARAN DARI PENDIDIKAN MORAL
a. Membina dan menanamkan nilai moral dan norma.
b. Meningkatkan dan memperluas tatanan nilai keyakinan seseorang atau kelompok.
c. Meningkatkan kualitas diri manusia, kelompok atau kehidupannya 
d. Menangkal, memperkecil dan meniadakan hal-hal negatif.
e. Membina dan mengupayakan terlaksananya dunia yang diharapkan (The Expected World).
f. Melakukan klarifikasi Nilai  intrinsik dari suatu nilai moral dan norma dan kehidupan secara umum.

TIGA LINGKUNGAN YANG AMAN/KONDUSIF UNTUK MELAKUKAN PENDIDIKAN MORAL
a. Lingkungan Keluarga 
b. Lingkungan Pendidikan 
c. Lingkungan Masyarakat 

LINGKUNGAN KELUARGA PALING EFFEKTIF
Peran keluarga dalam pendidikan nilai adalah mendukungnya terjadi proses identifikasi, internalisasi,panutan dan reproduksi langsung dari nilai-nilai moral yang hendak  ditanamkan sebagai pola asuh dari kehidupan keluarga.
Secara  operasional yang perlu diperhatikan dalam konteks pendidikan moral di lingkungan keluarga adalah penanaman nilai-nilai kejujuran dalam segenap aspek kehidupan keluarga.
Sikap dan Perilaku Orangtua sebagai panutan.
Harus dilakukan sejak anak masih kecil dengan membiasakan mereka kepada peraturan-peraturan dan sifat-sifat baik serta adil.
Pendidikan moral terbaik berasal dari agama yang disampaikan dengan tegas dan benar. 

FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA NILAI-NILAI RELIGI DAN MORAL
1. Serapan bentuk-bentuk budaya Hedonisme dan materialistik dari dunia barat melalui media khususnya media elektronik.
2. Dunia pendidikan Indonesia sangat pelit pelajaran tentang moral dan religi. Pada sekolah umumPelajaran agama hanya 2 jam pelajaran dalam seminggu.
3. Proses pendidikan agama hanya mementingkan aspek cognitif saja atau conatif dan tidak pada aspek affektif ( Rasa Beragama).
4. Kesadaran Orangtua akan penanaman nilai-nilai religi dan moral untuk anak-anaknya ssangat rendah. Pada Orangtua lebih mengutamakan pendidikan umum, pencapaian gelar akademik setinggi-tingginya, tapi tidak memperdulikan bagaiman moral dan agamanya. 

BEBERAPA TANGGAPAN ANAK TENTANG GURU
Anak-anak pemulung yang bergabung dengan sanggar alam lebak bulus, menyatakan kecintaan terhadap guru kesayangan mereka Lilia Tanuwiharjo (34) guru yang baik, tidak jahat, tidak pernah marah dan tidak pernah memukul.
Anak-anak sekolah formal, Citra(10). Siswa kelas V di SD Kebun Jeruk Jakarta Barat : Gurunya jahat, suka memukul tanpa tahu kesalahan yang dilakukan.
Mega (9) dan Yuni (9) dari SD kawasan Jakarta Barat Gurunya sangat galak, suka marah-marah, sering memukul banyak anak. Anak-anak menangis atau diam.
Dari data di 9 propinsi data dari jaringan Pendidikan untuk keadilan opini siswa tentang guru mereka umumnya bersifat negatif dari opini 103 anak, 19 diantaranya pernah mengalami kekerasan fisik di sekolah. Ada yang disuruh push up, dipukul dengan tangan atau penggaris, dilempar  penghapus. 13 anak pernah alami kekerasan fisik/psikis di bentak dengan kata-kata kasar (bodoh atau goblok).
 ” Maling ”, Sudah hitam, kurus, miskin pula

KOMNAS Perlindungan anak mencatat dalam 2 tahun terakhir Ini (2007-2008). Terjadi sekitar 221 Tindak kekerasan fisik yang dilakukan oleh guru di berbagai tempat
Kasus kelas V SD  Cimahi Yang dipukul guru di bagian leher sehingga wafat 
Seorang siswa kelas VI SD di Sawangan Yang di tinju perutnya oleh guru agama kerena ..... ketika  menjalankan sholat.
Siswa di Karang Anyar yang geger otak setelah ditendang guru dan kepalanya membentur tembok karena siswa  tersebut mengkritik sang guru. 

dr. Cissie Nugraha Mars
“ berkesenian, selain mengasah bathin, juga mempengaruhi perkembangan Intelektual anak. Kesenian itu bagus buat anak  biasa dan anak yang mempunyai  kebutuhan khusus.”
“ Khusus anak  berkebutuhan khsusus, meskipun memerlukan waktu relatif lama dibanding anak biasa, keceriaan dan keasyikan mereka  melukis ternyata telah membuka pikiran dan hatinya. (Yadi Sas Rusdiyansah, Fungsional Umum Seksi Perpustakaan Pada KAPPDE)