CIMAHI – Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) menyelenggarakan sosialisasi dan pendampingan Sekolah Ramah Anak tingkat kota hari ini, Selasa (7/10), di Aula Gedung A Pemerintah Kota Cimahi. Kegiatan ini dihadiri unsur kepala sekolah, dinas pendidikan, peserta masyarakat, serta instansi terkait lainnya.
Pemerintah Kota Cimahi terus berkomitmen untuk mengakselerasi terwujudnya sekolah ramah anak di seluruh wilayah. Kegiatan ini menekankan program sekolah ramah anak sebagai upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, sehat, inklusif, dan bebas dari kekerasan. Upaya ini didasari kerangka hukum nasional dan lokal, dengan harapan seluruh satuan pendidikan di Cimahi dapat memenuhi standar Sekolah Ramah Anak menuju penilaian Kota Layak Anak.
Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DP3AP2KB Kota Cimahi, Neneng Mastoah, menegaskan bahwa kegiatan ini bertujuan menciptakan suasana sekolah yang aman, nyaman, sehat, dan mampu menumbuhkembangkan kreativitas anak, serta meminimalkan hal-hal yang tidak diharapkan seperti kekerasan di sekolah.
Menurut Neneng, sekolah ramah anak memiliki kontribusi yang penting untuk meminimalisir pengaruh negatif teknologi terutama gadget yang saat ini masih menjadi tantangan besar. “Karena sampai saat ini dampak pengaruh negatif dari perkembangan gadget itu masih sangat besar sehingga dengan adanya sekolah ramah anak ini bertujuan untuk menciptakan sekolah yang aman, nyaman, dan sehat, baik fisik maupun mental,” pungkasnya.
Selain itu, Pemerintah Kota Cimahi memiliki strategi khusus yaitu menekankan kolaborasi pentahelix – unsur pemerintah, akademisi, legislatif, dunia usaha, media – serta kerjasama lintas sektor dengan dinas kesehatan, Satpol PP dan lainnya dalam menciptakan kantin sehat, ruang bermain yang aman, serta turut membatasi ancaman terhadap kesehatan dan keamanan anak.
Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menambahkan pentingnya partisipasi aktif semua unsur pengawas. “Pengawas sekolah ramah anak itu mulai dari tenaga pendidik, orang tua wali, warga sekolah, komite, dan lingkungan sekitar memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan kontrol sosial terkait sekolah ramah anak tersebut. Tidak bisa dibebankan hanya pada satu pihak saja,” tegasnya.
Tantangan mewujudkan sekolah ramah anak masih terasa, terutama tingginya angka kekerasan anak di Cimahi. “Sepanjang tahun 2024 ada 52 kasus dan per Agustus 2025 sekitar 40 kasus. Angka ini harus terus kita tekan dan idealnya bisa zero kekerasan pada anak di masa mendatang,” imbau Neneng.
Pemerintah berharap standarisasi Sekolah Ramah Anak segera terwujud di semua sekolah Cimahi, mulai dari sarana, prasarana, toilet terpisah, kantin sehat, ruang bermain aman, jalur lalu lintas yang nyaman, sampai penguatan kolaborasi lintas instansi dan masyarakat.