Loading...

Perlukah Anak Bersekolah di Sekolah Favorit?

Administrator 18 Mei 2017 3875 kali dilihat
Bagikan:
Perlukah Anak Bersekolah di Sekolah Favorit?
Dalam setiap musim Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu terjadi pemandangan berikut: banyak wali murid yang mengincar memasukkan anaknya ke sekolah negeri favorit, sehingga terjadi penumpukan peserta didik baru di sekolah-sekolah favorit, sementara sekolah negeri yang ada dipinggiran justru kekurangan jumlah peserta didik baru. Hal ini berimbas pada sejumlah sekolah, baik negeri ataupun swasta yang masih minim peserta didik baru bahkan kekurangan. Di sisi lain, fenomena pelaksanaan PPDB juga disinyalir belum bisa terlepas dari praktik transaksional yang melibatkan oknum tertentu, termasuk orang tua siswa yang memaksakan kehendak agar anaknya diterima di sekolah favorit.

Seharusnya tidak perlu ada istilah sekolah favorit. Mengapa demikian? Karena sekolah, terutama sekolah negeri, semestinya memiliki standar yang sama, baik dalam sistem belajar mengajar, fasilitas dan berbagai daya dukung lainnya. Adanya sistem evaluasi yang bersifat nasional, sesungguhnya ingin menegaskan bahwa seharusnya sekolah memiliki kualitas yang sama, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan. Lantas mengapa ada sekolah favorit?

Munculnya istilah sekolah favorit karena dalam kenyataan kualitas lulusan dari satu sekolah dengan sekolah yang lain tidak sama. Jika ditilik ke dalam, maka sekolah favorit ditunjukan dengan tiga ciri umum. Pertama, kualitas manajemen dari sekolah. Sistem manajemen yang baik, bukan saja akan lebih meningkatkan kualitas belajar mengajar, namun juga akan lebih memberikan “insentif” yang lebih baik pada para guru. Kedua, kualitas daya dukung. Tidak dapat dielakkan bahwa sekolah-sekolah favorit umumnya diuntungkan oleh kemampuan keluarga, yang kerapkali ikut meningkatkan kualitas daya dukung kegiatan belajar mengajar. Kegiatan seperti jam tambahan, les privat, dan berbagai kegiatan lainnya, yang mendapat dukungan dari orangtua, tentu saja akan lebih meningkatkan kualitas lulusan. Ketiga, kualitas murid. Murid-murid sekolah favorit, khususnya untuk sekolah menengah, adalah lulusan yang terbaik dari jenjang sebelumnya. Hal ini berarti bahwa tugas sekolah tidak terlalu berat, karena sekolah hanyalah fasilitator dari anak-anak yang sedari awal sudah berkualitas.

Pada posisi yang demikian, sekolah favorit sebetulnya tidak banyak melakukan “karya”. Karena sekolah favorit adalah tempat bagi anak-anak yang memang sudah berkualitas sejak masuk. Pada sisi yang lain, dengan daya dukung yang lebih, maka menjadi wajar jika sekolah favorit lebih mampu membawa anak didiknya menjadi yang terbaik.

Sesungguhnya anak- anak didik tidak perlu masuk ke sekolah favorit,  karena yang terpenting adalah bagaimana agar sekolah dapat kembali ke tujuan awalnya, yakni mentransformasikan kualitas diri, agar lulusan sekolah menjadi manusia Indonesia yang memiliki kecerdasan, akhlak dan karakter. Oleh karena itu, dibutuhkam kerja keras dari semua pihak, agar semua sekolah memiliki standar kualitas yang sama, baik dari segi isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Kedelapan elemen ini apabila dapat dipenuhi oleh setiap sekolah, kita yakin sekolah akan kembali kepada jati dirinya, yang membawa masa depan bangsa Indonesia kepada masa depan yang lebih baik dan berkarakter.

Semua tujuan tersebut tidak mungkin mampu dipenuhi hanya oleh sekolah, sinergi dari semua pihak amat diperlukan. Untuk kembali kepada tujuan tersebut, maka diperlukan suatu tata kelola pendidikan, yang dapat mempertemukan antara dinamika sekolah, keluarga dan komunitas. Pemerintah tentu saja harus menjalankan perannya sebagai pemegang otoritas regulasi dan menjadi fasilitator yang baik.  (AH)