Loading...

Etos Kerja Dalam Perspektif Al-Qur’an

Administrator 27 Maret 2018 148222 kali dilihat
Bagikan:
Etos Kerja Dalam Perspektif Al-Qur’an
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos diartikan sebagai “pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial.” Sehingga etos kerja berarti semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.

Untuk menjelaskan pandangan Al-Qur’an tentang etos kerja harus dimulai terlebih dahulu penjelasan tentang tugas manusia menurut Al-Qur’an. Di antara tugas pokok manusia di bumi adalah sebagai khalifah. Hal ini secara tegas disebutkan dalam firman Allah:

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (al-Baqarah: 30)

Ayat tersebut menjelaskan tentang rencana Allah Swt menciptakan manusia dengan mandat sebagai khalifah atau wakil Allah untuk mengelola bumi. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dengan baik maka yang harus dilakukan adalah bekerja dengan baik, bekerja dengan baik saja tentu tidak cukup, tetapi juga harus dengan semangat yang tinggi. Semangat inilah yang menjadi fokus untuk ditingkatkan dan itulah yang disebut etos.

Ayat lain yang juga menjelaskan tentang tugas manusia sebagai khalifah dijelaskan dalam Surah Fatir: 39, “Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi. Barang siapa kafir, maka (akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang kafir itu hanya akan menambah kemurkaan di sisi Tuhan mereka. Dan kekafiran orang-orang kafir itu hanya akan menambah kerugian mereka belaka. ”

Ayat ini mengisyaratkan bahwa setiap orang bertugas membangun dunia dan berusaha memakmurkannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan petunjuk Allah Swt. Apapun fungsi dan kedudukannya dalam kehidupan sosialnya, apakah ia penguasa atau rakyat biasa, pengusaha atau pekerja, dan lain-lain, manusia sejak awal telah diberi potensi oleh Allah Swt untuk dapat melakukan tugas tersebut. Potensi itu tidak diberikan kepada makhluk selain manusia. Inilah yang menjadikan manusia memperoleh kehormatan dibandingkan dengan makhluk yang lain.

Dalam redaksi ayat lainnya sangat jelas bahwa tugas kekhalifahan tersebut dikaitkan dengan aktivitas bekerja atau yang kemudian populer dengan etos kerja. Hal ini diisyaratkan dalam firman Allah:

(Musa) menjawab, “Mudah-mudahan Tuhanmu membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi; maka Dia akan melihat bagaimana perbuatanmu.” (al-A‘raf: 129)

Dari ayat-ayat tersebut di atas, dapat dipahami bahwa nilai kualitas kemanusiaan seseorang salah satu tolok ukurnya adalah seberapa kesungguhan seseorang menjalankan tugas tersebut dalam kehidupannya yaitu membangun etos untuk bekerja. Karena kalau manusia tidak memiliki etos dalam bekerja atau etosnya rendah, berarti ia telah menyia-nyiakan tugas yang diamanatkan Allah kepadanya.

Tugas lain yang diberikan Allah Swt kepada manusia adalah untuk mengabdi (beribadah) kepada Allah. Ayat yang secara tegas menyebutkan hal ini adalah Surah az-Zariyat : 56 seperti telah dikutip di atas, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka mengabdi kepada-Ku.”

Ayat ini mengisyaratkan bahwa tugas lain yang diemban oleh manusia dalam hidup di dunia ini adalah untuk menjadikan segala aktivitas hidupnya bernilai ibadah. Tentu saja dalam hal ini termasuk bekerja dalam kapasitas apa pun. Kalau bekerja adalah sebagai salah satu ekspresi beribadah, maka sebagai seorang Muslim tentunya tidak akan menyia-nyiakan setiap kesempatan dan waktu yang ada kecuali akan diisi dengan usaha yang sungguh- sungguh untuk dapat menghasilkan karya-karya terbaik sebagai persembahan pengab­diannya kepada Tuhannya (Allah Swt).

Secara lebih rinci lagi dalam ayat lain dikemukakan bahwa ibadah yang dilakukan tersebut harus benar-benar dilandasi niat yang ikhlas. Hal ini diisyaratkan dalam firman Allah:

Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian imlah agama yang lurus (benar). (al-Bayyinah: 5)

Kalau syarat diterimanya ibadah adalah harus ikhlas, maka bekerja sebagai ekspresi ibadah juga sudah sewajarnya harus dilandasi dengan hati yang ikhlas. Bekerja dengan ikhlas berarti memaksimalkan seluruh potensi dan kemampuan untuk dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan petunjuk Allah Swt. Dari perspektif ini terlihat bahwa dalam Islam tidak ada istilah pekerjaan rendahan atau bergengsi. Semua bentuk kerja akan dinilai baik tergantung niat dan cara melaksanakannya.

Petunjuk Al-Qur’an untuk Meningkatkan Etos Kerja

Dalam Al-Qur’an ditemukan ayat-ayat yang dapat memberi petunjuk agar seseorang dapat meningkatkan etos kerja, di antaranya adalah:

Pertama, manajemen waktu. Seorang Muslim dituntut untuk dapat memperguna­kan waktu seefektif mungkin untuk dapat diisi dengan segala bentuk aktivitas yang baik, terlebih apabila sedang mengerjakan suatu pekerjaan. Berkali-kali kita temukan ayat yang berisi sumpah Allah Swt dengan menggunakan waktu seperti, wal-‘asri, wad-duha, wal-laili, wan- nahari, dan lain-lain. Hal ini mengandung pesan bahwa setiap orang yang ingin sukses harus dapat mempergunakan waktu sebaik mungkin, karena waktu adalah modal terbaik. Dalam ayat lain, Allah berfirman:

Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap. (asy-Syarh: 7-8)

Ayat tersebut memberi isyarat seorang yang ingin meraih keberhasilan dalam usahanya maka tidak ada waktu yang disia-siakan untuk berlalu begitu saja tanpa menghasilkan suatu karya yang bermanfaat. Karena apabila selesai suatu pekerjaan segera disusul dengan pekerjaan lain yang baik dengan sungguh-sungguh. Ayat tersebut juga memberi isyarat tentang pentingnya sebuah perencanaan dalam satu pekerjaan. Ayat tersebut seakan ingin mengajarkan bahwa sebelum kalian melakukan satu pekerjaan cobalah membuat perencanaan yang baik dalam tahapan-tahapan pekerjaan yang sistematis dengan target-target yang dapat diukur. Dan apabila satu tahap telah selesai maka segera kerjakan tahap selanjutnya dengan bersungguh-sungguh. Inilah salah satu petunjuk yang amat jelas bahwa seorang Muslim dalam bekerja harus memiliki etos yang tinggi.

Namun yang perlu diingat bahwa kunci keberhasilan pekerjaan yang kita lakukan bukan hanya terletak kepada etos kerja saja melainkan harus juga disandarkan kepada ridha Allah Swt. Inilah yang diisyaratkan dalam ayat 8 surah di atas, “Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” Hal inilah yang juga membedakan antara etos kerja yang diajarkan oleh Al-Qur’an dengan etos kerja yang diajarkan lainnya.

Kedua, bekerja sesuai bidang dan kompetensinya. Etos kerja seseorang akan berlipat apabila pekerjaan yang ia lakukan memang pekerjaan yang sesuai dengan bidang dan kompetensinya. Tidak kalah pentingnya pula orang tersebut memang menginginkan pekerjaan itu. Apabila seseorang melakukan pekerjaan yang bukan bidangnya, apalagi kalau tidak memiliki kompetensi, jangan harap akan dapat memperoleh hasil yang maksimal, yang ada justru kegagalan. Hal ini diisyaratkan dalam firman Allah:

Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (al-Isra’: 84)

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui, (al-Jumu‘ah: 9)

Ayat ini memberi isyarat bahwa setiap orang telah dianugerahi oleh Allah potensi dan kecenderungan tertentu, dalam bahasa modern bisa disebut dengan talenta atau bakat. Seseorang yang dapat dengan baik mengenali dan menggali potensi anugerah Allah tersebut kemudian dapat mewujudkan dalam bentuk kecakapan dan kompetensi dalam bidang tertentu, bukan suatu yang sulit bagi orang tersebut untuk dapat meningkatkan etos kerja dan meraih hasil yang maksimal.

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam peningkatan etos kerja ini, seorang Muslim harus tetap mengikuti petunjuk Allah Swt dalam bekerja. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:

Pekerjaan yang dilakukan tidak boleh menjadikan lupa kepada Allah. 

Sekeras apa pun orang bekerja, setinggi apa pun etos kerja yang dimiliki, tidak boleh menjadikan lupa kepada Allah Swt. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui, (al-Jumu‘ah: 9).

Yang dimaksud jual beli dalam ayat tersebut adalah mencakup seluruh aktivitas atau pekerjaan manusia. Maka apa pun aktivitas atau pekerjaan yang dilakukannya tidak boleh melupakan Allah Swt. Ayat tersebut ditutup dengan pernyataan Allah, “Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” Hal ini mengisyaratkan bahwa boleh jadi ada orang yang tetap bekerja dengan etos yangtinggi tanpa peduli dengan aturan-aturan Allah, maka hal ini jelas akan merugikan dirinya sendiri. Karena hasil pekerjaan tersebut tidak akan membawa kebahagiaan hidupnya di dunia apalagi di akhirat.

Sebaliknya, yang terjadi kepada orang akan mengalami kecanduan kerja, dan itu akan berakibat tidak baik bagi keseimbangan hidupnya.

Etos kerja yang tinggi tidak boleh melupa­kan salat dan zakat.

Ibadah shalat adalah bagian dari teknis dan mekanisme yang diciptakan oleh Allah Swt agar manusia tetap dapat memelihara komunikasi dengan Allah Swt. Maka sesibuk apa pun seseorang kalau ingin hidupnya diberkahi dan bahagia maka harus tetap memelihara salatnya. Setelah memperoleh hasil dari pekerjaannya dituntut untuk memberikan hak-hak saudaranya yang kurang beruntung (fakir miskin) dengan membayar zakat. Hal ini diisyaratkan dalam firman Allah:

Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat). (an-Nur: 37)

Dari rambu-rambu di atas yang paling penting untuk diperhatikan adalah tidak boleh melakukan pekerjaan yang diharamkan oleh Allah Swt. Kalau yang dilarang oleh Allah tetap dikerjakan, akan membawa kehan­curan bagi individu orang tersebut juga bagi masyarakatnya, misalnya dengan melakukan perjudian dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya. Salah satu ayat yang menjelaskan hal ini adalah Surah al- Ma’idah: 90-91.

Penghargaan Al-Qur’an terhadap Orang yang Memiliki Etos Kerja

Etos kerja diartikan sebagai sebuah spirit atau semangat untuk mengerjakan suatu aktivitas baik yang maksimal. Salah satu ungkapan yang dapat kita samakan dengan ungkapan Al-Qur’an adalah ‘amal atau juga ‘amal sdlih. Banyak ayat yang dapat kita rujuk untuk menunjukkan betapa tinggi penghargaan Al-Qur’an terhadap orang-orang yang mempunyai etos kerja (amal yang baik), di antaranya adalah:

Surah Saba’ : 13, seperti disinggung di bagian awal; bahwa bekerja adalah sebagai ekspresi tanda bersyukur. Salah satu makna syukur adalah menggunakan semua karunia Allah Swt sesuai tujuan penganugerahannya. Dari penjelasan tersebut dapat kita tarik pemahaman bahwa orang yang tidak mau bekerja dengan baik berarti tidak bersyukur atas seluruh anugerah Allah Swt. Sebaliknya, orang yang mau bekerja dengan baik atau orang memiliki etos kerja berarti orang tersebut telah masuk ke dalam kelompok orang yang bersyukur. Sehingga sungguh tepat kalau Allah menjanjikan orang yang bersyukur akan ditambah karunia-Nya. Hal ini dengan jelas disebutkan dalam firman Allah:

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat” (Ibrahlm: 7)

Seorang muslim mutlak memiliki etos kerja yang tinggi, sebab kalau tidak, berarti ia akan termasuk orang yang tidak bersyukur dan ini berarti hanya akan mendatangkan kemurkaan Allah Swt. Dalam perspektif modern, orang yang tidak pandai bersyukur berarti tidak memiliki etos dalam bekerja, dan pada gilirannya hanya akan mendatangkan kemiskinan. (AH)